Antologi Manusia Citarum

Pengaruh terbesar Citarum mungkin hanya bisa dirasakan langsung oleh mereka yang tinggal di hulu hingga hilir sungai ini.

https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/02/22/antologi-manusia-citarum

Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA, M PUTERI ROSALINA, YOESEP BUDIANTO, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
23 Februari 2023 05:15 WIB


Peradaban besar dunia bermula dari sungai. Ada Mesopotamia di antara Sungai Tigris dan Eufrat. Ada Mesir dari lembah Sungai Nil.

Di Indonesia, Sungai Citarum juga berkaitan erat dengan Kerajaan Tarumanegara, salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa.

Kini, Citarum menjadi salah satu sungai terpenting di Indonesia. Airnya menjadi bahan baku air bagi belasan juta warga Bandung, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Jakarta. Aliran airnya juga memutar turbin di tiga bendungan untuk kebutuhan listrik masyarakat Jawa-Bali.

Secara angka, peran Citarum tidak main-main. Namun, pengaruh terbesarnya mungkin hanya bisa dirasakan langsung oleh mereka yang tinggal di hulu hingga hilir sungai ini.

Sudah sedikitnya tujuh tahun berselang sejak sang ibunda meninggal dan menyampaikan amanat kepada Atep (45) untuk menjaga tujuh mata air di Situ Cisanti, sumber air Sungai Citarum.

Salah satu mata air di antaranya, Cikahuripan, menjadi perhatian khusus bagi Atep. Secara turun-temurun, keluarganya dipercaya menjadi penjaga mata air ini.

”Turun-temurun. Pesannya, siapa saja yang ke sini harus menjaga dan merawat. Apalagi di sini ada sejarah Prabu Siliwangi,” kata Atep, Minggu (5/2/2023), di Situ Cisanti, Kabupaten Bandung.

Berziarah atau mandi di Cikahuripan masih menyimpan daya tarik sendiri. Lazim apabila seorang calon kepala desa memilih untuk mandi dan berdoa di sana sebelum mengawali masa kampanyenya. Saat menemui Atep, bersamaan ada seorang calon kepala desa di Majalaya, Kabupaten Bandung, yang ingin dipandu untuk mandi di sana.

Namun, menurut Atep, hadiah terbesar Citarum bukanlah keramaian warga yang berziarah ataupun ekonomi dari pariwisata Situ Cisanti. Kemampuan Citarum memberikan air selama berabad-abad kepada warga sekitar yang membuatnya bersyukur.

”Saya bersyukur atas Situ Cisanti, Citarum, dan sumber kehidupannya,” ujar Atep.

Menjadi berkah

Sungai telah dua kali menjadi berkah hidup bagi Pembantu Letnan Dua Dadik Mauludin (42). Peristiwa pertama terjadi saat ia sedang bertugas dalam operasi militer di Aceh dua dekade lalu. Di tengah patroli rutin di dalam rimba, Dadik bersama regunya kehilangan arah. Sudah lima hari mereka berada di hutan, padahal ransum hanya disiapkan untuk tiga hari.

Dadik pun mengusulkan untuk mengikuti aliran sungai. Tak lama setelah rimba mulai menipis, mereka mendengar suara mesin motor sayup-sayup dari kejauhan.

”Tidak ada ceritanya, aliran air mengarah ke atas. Kecuali air mancur. Akhirnya ada itu tanda-tanda kehidupan,” ujar Dadik, Senin (6/2/2023), di bawah rindang pohon Taman Air Citarum Harum, Baleendah, Kabupaten Bandung.

Sudah sekitar 12 tahun sejak pria asal Pati, Jawa Tengah, ini bertugas di Kabupaten Bandung. Namun, baru lima tahun terakhir ia merasa sungguh berdampak langsung bagi masyarakat di sekitarnya. Semua bermula pada program Citarum Harum. Dulu, untuk menyeberang sungai, tidak diperlukan sampan atau perahu. Sebab, sungai sudah tertutupi timbunan sampah.

”Dulu tidak terbayang akan ada perubahan besar seperti ini. Lha, ini dulu lahan kosong dan jadi pembuangan sampah liar,” kata Dadik.

Dadik dan kawan-kawan tentara di Sektor 6 Wilayah Citarum Harum, baik dengan alat berat maupun peralatan sederhana, berhasil membersihkan tumpukan sampah, memindahkannya ke puluhan truk dalam tiga bulan.

”Saya paling senang kalau melihat anak-anak TK diajak gurunya (ke tepi Citarum) lalu mendapat penjelasan tentang pentingnya sungai. Ini kebahagiaan saya karena generasi penerus bisa paham tentang lingkungan dan hasil kerja saya dirasakan langsung,” ujarnya tersenyum lebar.

Bersih kembali

Amay (62) lahir dan besar dari Sungai Citarum. Tinggal di Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, dia menyaksikan perubahan besar dari Sungai Citarum. Pengalaman masa kecil Amay di Citarum seakan dongeng. Semasa dia kecil, Citarum menjadi pusat kehidupan warga. ”Dulu kami berenang sambil mencari ikan. Airnya bersih. Ibu-ibu bisa mencuci beras,” katanya.

Hidup di pinggir Citarum membuatnya ikut mengalami perubahan sungai ini. Dia mengalami banjir yang melanda berhari-hari. Saat banjir datang, mereka terpaksa mengungsi. Dia kerap kesulitan menghadapi banjir yang bahkan lebih tinggi dari lehernya.

Dia menyaksikan langsung sungai yang tadinya bersih menjadi tumpukan sampah. Yang jernih berubah menjadi hitam kecoklatan dan bau.

Beruntung program Citarum Harum mulai menunjukkan hasil. Meskipun mencari uang dengan mengumpulkan sampah, Amay berharap tumpukan sampah dan limbah lenyap dari Citarum. Baginya, tidak ada yang lebih berharga dibandingkan air yang bersih dan bisa dinikmati seperti pada masa kecil dulu. ”Kalau boleh memilih, saya lebih ingin sungai ini bersih kembali,” ucapnya.

Mendapat manfaat

Jika bicara nilai ekonomi, salah satu yang paling diuntungkan dari kotornya Citarum bisa jadi adalah Rudi (24), pemulung di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat.

Sudah enam tahun, hampir setiap hari Rudi mendayung sampan dan mengumpulkan sampah. Ia meneruskan mata pencarian ayahnya.

Ia menjadi salah satu pemulung mitra Bening Saguling Foundation, yayasan yang didirikan aktivis lingkungan Indra Darmawan (51). ”Sedih, ya, sedih kalau lihat Citarum kotor. Tapi memang, semakin banyak sampah, ya, semakin banyak yang bisa dimanfaatkan,” kata Rudi tersenyum getir.

Namun, kini upaya baik itu telah berbuah. Kedua adik perempuan Rudi menjadi dua di antara lima anak kerabat pemulung yang dibiayai Bening Saguling Foundation untuk bersekolah SMA.

Indra ingin pekerjaan sebagai pemulung di Saguling yang turun-temurun akan berhenti di generasi Rudi. Para murid SMA ini akan disiapkan untuk bisa menembus perguruan tinggi top Indonesia.

Indra percaya pendidikan akan meningkatkan derajat hidup mereka. ”Anak-anak ini akan tumbuh menjadi apa pun, tapi akan peduli lingkungan,” kata Indra.

Dengan melibatkan masyarakat yang hidup dari dan di sekitar Citarum untuk bisa mendapat manfaat secara langsung, Indra yakin upaya pelestarian sungai itu akan berkesinambungan.

”Jangan jauhkan manusia dari sungainya. Kita ajak masyarakat sebagai pelaku pelestarian, namun juga menerima manfaat,” kata Indra.

Citarum adalah kisah bagaimana aliran air yang sama memberikan pengaruh berbeda pada setiap orang. Baik-buruk dampak yang mereka terima, semua sepakat, aliran sungai ini harus dijaga.

Editor:
KHAERUDIN


Lima tahun Citarum Harum: Sungai penting yang masih jadi ‘kakus raksasa’ karena limbah tinja

Lima tahun Citarum Harum: Sungai penting yang masih jadi ‘kakus raksasa’ karena limbah tinja - BBC News Indonesia

26 Maret 2023
Wartawan di Bandung Yuli Saputra berkontribusi untuk laporan ini. Data dan visualisasi data oleh Aghnia Adzkia dan Arvin Supriyadi.


Sejak 2004, berbagai program telah dibuat untuk membersihkan Sungai Citarum dari limbah, namun hingga sekarang sungai yang mengalir sepanjang 270 kilometer dan melewati 701 desa ini masih belum bebas dari berbagai limbah, termasuk limbah tinja. Perilaku masyarakat sulit diubah, kata para ahli.

Een Haryani geregetan. Lurah Jatisari, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung ini mengaku sudah mengerahkan berbagai upaya demi mencapai status wilayahnya bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau target 100% ODF (Open Defecation Free).

Menurut dia, tinggal 4% lagi wilayahnya ini menuju target yang diharapkan. Tapi sejauh ini, upayanya tak ada yang berhasil.

Pangkal masalahnya ada di area di sekitar rel kereta api, kata dia. Ada setidaknya 66 keluarga atau sekitar 237 jiwa yang masih membuang hajatnya ke Sungai Cibogo, anak Sungai Citarum.

Sejak 2004, berbagai program telah dibuat untuk membersihkan Sungai Citarum dari limbah, namun hingga sekarang sungai yang mengalir sepanjang 270 kilometer dan melewati 701 desa ini masih belum bebas dari berbagai limbah, termasuk limbah tinja. Perilaku masyarakat sulit diubah, kata para ahli.

Een Haryani geregetan. Lurah Jatisari, Kecamatan Buah Batu, Kota Bandung ini mengaku sudah mengerahkan berbagai upaya demi mencapai status wilayahnya bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS) atau target 100% ODF (Open Defecation Free).

Menurut dia, tinggal 4% lagi wilayahnya ini menuju target yang diharapkan. Tapi sejauh ini, upayanya tak ada yang berhasil.

Pangkal masalahnya ada di area di sekitar rel kereta api, kata dia. Ada setidaknya 66 keluarga atau sekitar 237 jiwa yang masih membuang hajatnya ke Sungai Cibogo, anak Sungai Citarum.

Bertahan di kategori ‘cemar ringan’

Dua tahun lalu, Ridwan Kamil memaparkan kondisi Sungai Citarum yang dikatakannya berangsur membaik di hadapan para pemimpin dunia di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) COP26 di Glasglow, Skotlandia.

Ridwan adalah Komandan Satgas Percepatan Pengendalian dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum Harum. Dalam pemaparannya, Gubernur Jawa Barat itu menjelaskan indeks kualitas air (IKA) di Citarum 50,13 poin dan masuk dalam klasifikasi ‘cemar ringan’.

Ini lebih baik dibanding kondisi di 2018 yang masuk dalam kategori ‘cemar berat’ dengan IKA 33,43 poin. Pada 2022, IKA Citarum kembali naik menjadi 51,01 poin – masih bertahan di kategori ‘cemar ringan’.

Satgas Citarum Harum hingga kini masih berupaya mencapai target utama, yakni nilai IKA sebesar 60 poin – yang berarti Citarum memiliki mutu air kelas II yang memungkinkan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, dan mengairi tanaman.

Target ini dicanangkan bisa tercapai pada 2025.

Sejauh ini, Satgas Citarum Harum memang telah berhasil melakukan pengawasan dan penindakan terhadap industri nakal yang membuang limbahnya ke Citarum. Di 2022, satgas melaporkan sudah ada 1240 industri yang dibina dan 700 lainnya diinventarisir.

Namun membebaskan Citarum dari limbah domestik, terutama limbah tinja, masih menjadi perkara rumit.

Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang panjangnya 270 kilometer, terdapat 701 desa/kelurahan. Ini mencakup 10 kota/kabupaten yang berbatasan langsung dengan aliran Sungai Citarum dan anak-anak sungainya.

Berdasarkan data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Kementerian Kesehatan pada 2021, sebanyak lebih dari 530 ribu kepala keluarga di desa dan kelurahan tersebut masih melakukan praktik BABS.

Itu berarti, sekitar 1,9 juta jiwa membuang sebanyak 749 ton tinja per hari ke Citarum. Kota Bandung menyumbang jumlah terbanyak.

Ketua Pelaksana Harian Sekretariat Satgas PPK DAS Citarum, Prima Mayaningtyas mengungkapkan kontribusi limbah domestik memang masih tinggi dengan prosentase pencemaran sebesar 60%.

Ia mengakui, pihaknya kesulitan mengontrol perilaku masyarakat dibanding pelaku industri yang terikat peraturan.

“Lebih mudah mengontrol industri daripada masyarakat karena masyarakat, ya itu tadi, membuang kotoran, sampah, tanpa kami bisa pegang.

“Karena mereka tidak ada izin lingkungan pemukiman sebagaimana industri yang gampang mengenakan sanksinya,” ucap Prima yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat.

Sempitnya lahan untuk tangki septik

Di Jatisari, lurah Een Haryani mengatakan sudah ada beberapa tawaran untuk mengatasi masalah sanitasi buruk ini. Membangun tanki septik komunal, misalnya, pernah ditawarkan oleh Universitas Islam Bandung.

Tapi tawaran ini belum terwujud hingga kini karena terganjal status lahan yang dimiliki oleh PT KAI.

“Saya bersurat ke PT KAI, tapi tidak diizinkan. Saya sudah ngobrol dengan kecamatan dan satgas ODF Kota Bandung, minta solusi. Ternyata mereka juga tidak bisa apa-apa,” kata Een.

Masalah ketiadaan lahan untuk keperluan sanitasi ini juga terjadi di Cimahi, yang setiap hari membuang 45 ton tinja dari sekitar 144 ribu jiwa warganya.

Kota Bandung dan Cimahi termasuk wilayah yang paling tinggi tingkat pencemaran limbah tinjanya, setelah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung menyatakan bebas BABS pada 2020 dan 2021.

“Kesulitan Kota Bandung dan Cimahi sama, lahan sempit tipe orang kota. Cimahi banyak lahan yang dimiliki TNI,” kata Annisa Nurfitri, Analis Infrastruktur Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Provinsi Jawa Barat.

“Sudah padat, mau di mana lagi?” ujarnya ketika ditemui di Bandung, November lalu.

Annisa mengatakan, sebetulnya sempitnya lahan ini bisa disiasati dengan membangun tangki septik yang disesuaikan kondisi lahan.

“Bikin tangki septik di bawah ruang tamu, ada juga yang di bawah jalan. Itu salah satu alternatif,” tukas dia, menyebut bahwa teknologi tangki septik kini sudah lebih baik.

Tapi yang lebih rumit dari masalah sempitnya lahan untuk menyelesaikan masalah limbah tinja ini, tambah Annisa, adalah mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat.

Kesadaran terhadap limbah cair, sebutnya, masih lebih rendah dibanding limbah lain seperti sampah dan limbah tekstil.

“Sampah tidak diangkut akan menumpuk dan bau, sehingga warga terdorong mengatasi masalahnya. Kalau limbah tinja ini, ketika kita siram hilang. Ya sudah,” kata dia.

Perubahan perilaku ini yang masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Satgas Citarum Harum Jawa Barat. Penyelesaiannya bisa butuh waktu berbulan-bulan dan melibatkan multisektor, sebut Annisa.

“Harus ada kolaborasi dari sektor kesehatan, untuk mengedukasi.”

Takdir Nurmadi, Tenaga Ahli Air Limbah Domestik, Disperkim Jabar menambahkan, proses Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Bandung mencapai bebas BABS juga butuh waktu cukup lama.

“Karena kebiasaan juga, mereka masih diujicoba dalam tiga atau enam bulan. Jangan-jangan mereka balik lagi ke kebiasaan lama. Walaupun sudah dibangunkan jamban baru, belum tentu dia nyaman,” tukas Takdir.

“Kalau menemukan tetangganya yang begitu [BABS] ditegur dengan baik-baik.”

Beban pencemaran Citarum dari limbah tinja
Ada sejumlah parameter untuk menghitung beban pencemaran yang dihasilkan dari limbah domestik, antara lain Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), serta Fecal Coli, yaitu bakteri tinja yang menjadi indikator pencemaran limbah tinja.

Hasil analisa Pokja Limbah Domestik Satgas Citarum Harum, beban pencemaran dari air limbah domestik yang masuk ke Sungai Citarum dari perilaku BABS pada 2019 adalah 94.084 kg BOD/hari, 129.365 kg COD/hari, dan 89.380 kg TSS/hari.

Sedangkan, Fecal Coli memiliki baku mutu 1000 Jml/mL, standar yang dibolehkan di mutu air kelas II.

Salmonela dan bakteri-bakteri penyakit bawaan tinja lainnya juga berpotensi ada di aliran Citarum, tapi menurut Susiani Susanti, Tim Ahli Satgas PPK Citarum Harum, “Tidak semua bakteri kita hitung.”

Lebih lanjut Susi mamaparkan, kandungan E-coli di Citarum memegang kunci penilaian IKA. Kandungan E-coli tidak hanya ada di feses manusia, namun juga hewan. Di sepanjang Citarum, diketahui ada beberapa titik peternakan rakyat yang membuang feses ternak ke sungai.

“Kalau peternakannya perusahaan besar, mereka sudah punya IPAL [Instalasi Pengolahan Air Limbah]. Nah yang berat ini, peternakan rakyat yang masih tersebar. Pengelolanya juga susah diarahkan,” kata Susi.

Pada 2018, sebelum program Citarum Harum digulirkan, banyak titik di sepanjang Citarum berwarna merah, yang berarti hampir semua parameter IKA di atas baku mutu, mengutip laporan Spot Bermasalah Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik DAS Citarum yang ditulis Susiani pada Mei 2020.

Salah satu contohnya, di Nanjung yang berada di perbatasan Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kota Cimahi. Saat pengambilan sampel pada September 2018, seluruh parameter kecuali TSS, jauh melampaui ambang batas.

“Nanjung itu daerah industri, kawasan padat penduduk, dan sebagainya. Tumbuh industri, tumbuh kawasan pemukiman padat,” kata Susi.

Nanjung juga menjadi titik pertemuan anak Sungai Citarum, Sungai Cimahi, juga akhir dari semua sungai-sungai industri di Kabupaten Bandung, sebelum masuk ke Saguling, beber pakar lingkungan lulusan ITB ini.

Di 2022, pemantauan di 268 titik sepanjang Citarum, mayoritas masuk kategori “tercemar ringan”. Namun masih ada pula lokasi yang memiliki kandungan Fecal Coli tinggi, di atas 1000 Jml/mL – mulai dari ribuan hingga ratusan ribu.

“Ini artinya potensi banyak bakteri patogen dan potensi penyakit bawaan airnya tinggi,” jelas Susiani.

Penyakit bawaan air antara lain diare, tipes, dan penyakit kulit. Air limbah domestik juga berpengaruh pada kasus stunting dan menurunnya produktifitas.

Selain itu, zat organik yang terkandung dalam limbah domestik, kata Susi, bisa menurunkan kemampuan air sungai untuk pemulihan diri sendiri.

“Zat organik yang berlebihan akan diuraikan oleh mikroorganisme di sungai. Ketika bakteri airnya sudah habis karena suplai oksigen dari sungai kurang, maka yang akan mengeksekusi itu bakteri anaerob. Bakteri anaerob itu produk akhirnya itu gas, bau, kemudian hitam.

“Jadi, selain kesehatan, secara estetika juga terganggu, bau dan warna,” papar Susiani.

Dari ‘Citarum Bergetar’ hingga ‘Citarum Harum’
Citarum adalah sungai purba yang menjadi urat nadi bagi kurang lebih 18 juta penduduk, tidak hanya di Jawa Barat namun hingga ke Ibu kota Jakarta.

Air dari Citarum telah dimanfaatkan untuk pengairan pertanian, perikanan, sumber air baku, pemasok untuk kegiatan industri, dan pembangkit listrik tenaga air untuk Pulau Jawa dan Bali.

Dengan perannya yang vital ini, membersihkan Citarum dari pencemaran menjadi tugas penting pemerintah.

Namun warga dan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Citarum (ARUM) menilai hingga kini, Citarum belum mengalami perubahan berarti.

Wahyudin Iwank dari Walhi Jawa Barat yang tergabung dalam aliansi tersebut mempertanyakan keberhasilan berbagai program untuk membersihkan sungai ini: Citarum Bergetar (2004) dan Citarum Bestari (2014) oleh pemerintah daerah, hingga Citarum Harum (2018) yang penanganannya kemudian diambil alih pemerintah pusat.

“Kondisi Sungai Citarum saat ini masih belum pulih, terlepas dari program apapun,” kata Wahyudin, yang mengatakan perlu adanya evaluasi secara komprehensif dari semua program yang “selama ini tidak sedikit menghabiskan uang”.

Pada 2018, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden No.15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.

Peraturan tersebut direspon Gubernur Jawa Barat dengan mengeluarkan Pergub tentang Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum tahun 2019-2025.

Citarum Harum meluncurkan apa yang disebut Ridwan Kamil sebagai ‘jurus baru’ bernama pentahelix, yakni kolaborasi lima unsur academician, business, community, government, dan media. Dalam pelaksanaannya, Citarum Harum melibatkan pula unsur TNI dan Polri.

Namun, menurut Wahyudin, jurus baru itu masih gagal dalam hal mengedukasi masyarakat.

“Pentahelix belum mampu memunculkan perilaku kesadaran masyarakat supaya tinja ini tidak masuk ke sungai, baik di anak sungai, maupun juga langsung ke Citarum,” katanya.

Di sisi lain, Ketua Pelaksana Harian Sekretariat Satgas PPK DAS Citarum, Prima Mayaningtyas meminta semua pihak bekerja sama, seperti konsep pentahelix, alih-alih saling menyalahkan.

“Susah kalau kami bilang [salah] ke masyarakat. Pemerintah juga disalahkan kenapa sarana prasarananya enggak dibuat.

“Tapi saya rasa, di dalam pengelolaan Citarum itu tidak pakai kata saling menyalahkan karena semua orang punya kontribusi yang sangat besar, semua orang berpotensi mencemari,” tandasnya.

Citarum Harum memiliki 11 program di 2023. Salah satunya, penanganan limbah cair domestik yang ditargetkan tersedianya 100% akses sanitasi layak pada 2025, kemudian dilanjutkan dengan 100% sanitasi aman pada 2030.

Target ini juga mengacu pada Sustainable Development Goals (SDGs) di mana setiap negara dapat mewujudkan 100% akses sanitasi aman bagi penduduknya pada 2030.

Tidak berhenti dengan punya tangki septik
Kesadaran masyarakat dalam mengurangi limbah tinja juga didorong oleh Tim Pokja Limbah Domestik. Annisa, salah satu anggota tim, meminta masyarakat untuk lebih peduli.

Bisa diawali dengan memeriksa saluran pembuangan feses dan tangki septik pribadinya secara berkala, tiga atau lima tahun sekali, kata dia.

“Kalau sudah tiga sampai lima tahun ke belakang belum pernah disedot tinja harus curiga apakah rembes tangki septiknya.

“Masyarakat sendiri masih banyak yang belum tahu bahwa punya tangki septik saja belum selesai. Jadi harus rutin disedot, kecuali kalau sudah tersambung ke IPAL di Bojong Soang, jadi pelanggan,” terang Annisa.

IPAL Bojong Soang yang dimiliki PDAM Tirtawening Kota Bandung ini menangani limbah domestik di kawasan Cekungan Bandung wilayah Barat dan Selatan Kota Bandung.

Sekitar 100 ribu rumah atau setara dengan 500 ribu jiwa telah tersambung ke IPAL yang memiliki kapasitas pengolahan lebih dari 80 ribu meter kubik per hari.

“Sanitasi layak itu tangki septiknya kedap, tidak rembes. Jadi hanya di satu titik itu, tidak rembes ke mana-mana. Tidak rembes pun harus diolah lumpurnya. Disedot, diolah lagi sampai kumannya mati,” jelas Takdir yang bertugas di Pokja Limbah Domestik Satgas PPK DAS Citarum.

Data tahun SMART STBM 2021 menunjukkan sekitar 520 ribu KK masih melakukan BABS. Sementara pemerintah baru merealisasikan pembangunan akses sanitasi bagi 255.769 KK di 2022.

Capaian itu, menurut Annisa, berdasarkan pembangunan infrastruktur yang sumber dananya dari anggaran pemerintah.

“Memang tidak akan bisa [kalau hanya] dari APBN dan APBD. Selain dari swadaya masyarakat, kami juga membuka peluang pendanaan lain,” kata dia menyebut program CSR dari perusahaan adalah salah satunya.

“Kalau ada masyarakat yang pengin punya tangki septik tapi tidak punya dana, kami arahkan untuk membuat proposal. Nanti kami bantu salurkan. Kalau misalkan di pemerintah belum ada dananya, kami bantu salurkan ke CSR,” tutur Annisa.

Annisa menambahkan, jika warga Kota Bandung bisa terlayani akses sanitasi layak dan aman sehingga bisa 100% ODF, maka ini akan signifikan dalam mengurangi volume tinja yang dibuang ke Citarum sebesar 22,5%.

“Seperti Kabupaten Bandung yang sudah bebas BABS, dari 127 ribu KK yang BABS, langsung nol,” sebut Annisa.

-

Wartawan di Bandung Yuli Saputra berkontribusi untuk laporan ini. Data dan visualisasi data oleh Aghnia Adzkia dan Arvin Supriyadi.

DLH Jabar dan Satgas Citarum tindaklanjuti temuan dugaan pencemaran Sungai Cimeta

Rabu, 1 Juni 2022

https://jabar.antaranews.com/berita/385093/dlh-jabar-dan-satgas-citarum-tindaklanjuti-temuan-dugaan-pencemaran-sungai-cimeta?page=all

Bandung (ANTARA) -
Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Satuan Tugas Citarum Harum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta DLH Kabupaten Bandung Barat menindaklanjuti temuan dugaan pencemaran air Sungai Cimeta, anak Sungai Citarum.

"Menindaklanjuti hasil temuan lapangan hari sebelumnya, kami melakukan tindakan pulbaket atau pengumpulan bahan dan keterangan serta susur sungai lanjutan," ujar Kepala Bidang Penaatan Hukum Lingkungan DLH Jabar Arif Budhiyanto di kawasan Desa Tagog Apu di Bandung, Rabu.

Keempat pihak tersebut berkolaborasi mengidentifikasi asal muasal zat warna yang sempat menggegerkan masyarakat di sepanjang subdaerah aliran Sungai Cimeta di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat.

Beberapa orang telah diperiksa pihak berwajib dengan mengarah pada dugaan tindakan pidana. Mereka dalam penanganan Polresta Cimahi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup.

Kondisi Sungai Cimeta yang kemarin memerah, saat itu sudah normal. Berdasarkan keterangan warga dan aparat setempat dalam kurun waktu dua jam sungai kembali berwarna seperti semula.

Arif mengatakan pada video yang beredar di masyarakat dan sejumlah akun media sosial, sumber pencemaran berasal dari zat pewarna yang dibungkus kantong plastik dengan kapasitas kurang lebih 30 kg dan ditemukan warga di aliran Sungai Cimeta.
Setelah ditelusuri pada pulbaket tersebut diketahui seorang warga setempat yang melakukan pembuangan langsung barang itu ke sungai atas perintah seorang warga lainnya.

"Kami mengumpulkan keterangan dari dua orang warga setempat tersebut. Pelaku pembuang mengakui membuang sumber pencemar dari bahu jalan ke sungai atas perintah seorang warga lainnya," ujarnya.

Latar belakang pembuangan sumber pencemaran adalah inisiatif warga yang menyuruh pelaku karena banyaknya keluhan warga sekitar akibat material pencemar. Namun mereka berdua tidak mengetahui isi kantong plastik tersebut.

"Mereka juga tidak mengetahui asal-usul kantong yang berisi material pencemaran," katanya.

Selain meminta keterangan dua warga, pihaknya mengambil barang bukti kantong berisi material pencemar lalu diserahkan ke DLH Jabar untuk diuji laboratorium.

Hasil susur sungai tidak ditemukan dampak sisa pencemaran dan keluhan masyarakat.
"Selanjutnya akan dilakukan proses hukum lebih lanjut terkait pemenuhan unsur-unsur hukum pidana dan penetapan tersangka serta pengembangan kasus, akan dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap dua warga setempat yang dilakukan secara kolaboratif antara DLH Jabar dan DLH KBB (Kabupaten Bandung Barat)," ujarnya.

Arif menuturkan, hasil pemeriksaan lanjutan akan menjadi dasar penetapan tersangka setelah melalui gelar perkara sesuai mekanisme hukum acara pidana.

Dia menambahkan upaya pengusutan pencemaran akan terus dilakukan agar tidak ada kasus serupa pada masa mendatang.

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor : Zaenal A.
COPYRIGHT © ANTARA 2022

Data Status Mutu Air Anak Sungai Citarum di Kota Bandung 2020, Sungai Ciwastra Terburuk

Link: Data Status Mutu Air Anak Sungai Citarum di Kota Bandung 2020, Sungai Ciwastra Terburuk | BandungBergerak.id

Penulis Sarah Ashilah2 Januari 2022
Editor: Tri Joko Her Riadi



Sungai Ciwastra berstatus cemar sedang. Sungai Cikapundung, anak Sungai Citarum terpanjang di Kota Bandung yang pernah tercemar berat, kini berstatus cemar ringan.


BandungBergerak.id -  Sungai Citarum yang melintas di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat merupakan sungai terpanjang ketiga di pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Sungai Brantas di Jawa Timur. Sungai ini mengalir sejauh 290 kilometer dari hulu yang terletak di Situ Cisanti, Kabupaten Bandung, hingga hilir di Pantai Muara Bendera, Kabupaten Bekasi.

Sungai Citarum hingga hari ini menjadi nadi kehidupan bagi jutaan urang di sepanjang alirannya. Selain memasok sumber air bersih dan menyediakan mata pencaharian, sungai ini juga menjadi andalan produksi listrik yang mencukupi kebutuhan penduduk Jawa dan Bali.

Namun, Sungai Citarum juga tidak pernah luput dari masalah. Alih fungsi lahan membuat air makin sering meluap di musim hujan, memicu banjir tahunan. Sungai Citarum juga pernah menyandang julukan "Sungai Terkotor di Dunia" akibat banyaknya volume sampah dan limbah yang dibuang ke alirannya. Inilah permasalahan serius yang tidak kunjung tuntas tertangani oleh sekian banyak program, dengan jumlah anggaran yang fantastis, yang telah digulirkan pemerintah. 

Di Kota Bandung, merujuk dokumen Kota Bandung Dalam Angka 2021, terdapat 10 anak Sungai Citarum yang memiliki status mutu air tercemar, dengan status ringan hingga sedang per 2020. Sungai Cikapundung, yang merupakan anak Sungai Citarum terpanjang di Kota Bandung, yakni 28 kilometer, berstatus cemar ringan. Sementara itu, kondisi mutu air terburuk di tahun 2020, yakni cemar sedang, ditemukan di Sungai Ciwastra.

Faktor Pencemaran

Merujuk artikel "Kajian Penghitungan Beban Pencemaran Air Sungai di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung dari Sektor Domestik" yang ditulis oleh Yushi Rahayu, Iwan Juwana, dan Dyah Marganingrum, terbit di Jurnal Rekayasa Hijau Nomor 1 Volume 2, Maret 2018, diketahui bahwa Sungai Cikapundung pernah berstatus cemar berat pada 2015. Namun setahun kemudian, sungai yang membelah pusat Kota Bandung ini memiliki kriteria mutu air cemar sedang pada bulan kering dan cemar ringan pada bulan basah. 

Masih menurut jurnal yang sama, yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung itu, status mutu air sangat dipengaruhi oleh musim dan curah hujan. Kemarau yang berlangsung panjang dapat mempengaruhi kualitas air karena terjadi penumpukan zat pencemar yang melebihi daya tampung air. 

Keadaan lingkungan di sepanjang aliran sungai pun sangat berpengaruh pada status mutu air. Di ruas-ruas sungai yang melewati permukiman padat atau kawasan industri, kualitas airnya akan lebih buruk jika dibandingkan dengan kawasan lainnya.

Tercemarnya sungai di perkotaan banyak dipengaruhi oleh sektor domestik, khususnya kotoran manusia yang dihasilkan oleh aktivitas mandi, cuci, kakus (MCK) penduduk. Lalu ada juga bahan pencemar yang berasal dari sektor industri, pertanian, dan peternakan.

 

DLH Jabar matangkan rencana pembangunan etalase Sungai Citarum

Jumat, 13 Agustus 2021 17:30 WIB

https://www.antaranews.com/berita/2325186/dlh-jabar-matangkan-rencana-pembangunan-etalase-sungai-citarum

Pewarta : Ajat Sudradjat
Editor: Agus Salim

Bandung (ANTARA) - Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat Prima Mayaningtias menuturkan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) terus mematangkan rencana pembangunan etalase Sungai Citarum.

Rencananya etalase yang merepresentasikan contoh hasil penanganan Sungai Citarum dan upaya pemerintah dalam program pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum melalui program Citarum Harum itu berada di kawasan Sub DAS Citarik Kabupaten Bandung.

"Saat ini sudah ada dua desa yang akan menjadi lokus pembangunan etalase Citarum. Kami akan menindaklanjuti dengan menyusun grand desain etalase Citarum ini karena grand disain ini harus disusun untuk pengaplikasian rencana jangka panjang atau long term plan," kata Prima dalam rapat virtual stakeholder Citarum di Bandung, Jumat.

Prima mengatakan, saat ini pihaknya akan melaju pada rencana penyusunan grand desain atau masterplan etaalse Citarum tersebut. Pihaknya menargetkan pada 2022 etalase Citarum tersebut dapat diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat.

Hadir pula dalam rapat virtual tersebut, Kepala Bidang Penilaian Kantor Wilayah DJKN Jawa Barat, Acep Irawan, PPK Tatalaksana Satker BBWS Citarum, R Yayat Yuliana, Tim Ahli Satgas Citarum Taufan Suranto, Bappeda Jabar, Dinas Permukiman dan Perumahan Jabar, dan BP2D Jabar.

Prima mengatakan sebelum melangkah pada rencana penysunan masterplan pihaknya meminta DJKN untuk memastikan status lahan yang akan menjadi lokus pembangunan etalase Citarum.

Sementara itu, Kepala Bidang Penilaian Kantor Wilayah DJKN Jawa Barat, Acep Irawan mengatakan DJKN ingin menjadikan etalase Citarum di Citarik sebagai ekowisata, kampung tematik, dan menjadikan amsyarakat sadar lingkungan, optimalisasi oxbow, wisata air, dan infrastruktur seperti bangunan pusat informasi Citarum Harum, dan community center/cultural center.

Lina Yulianty dari Bappeda Jabar menambahkan, meski rencana kegiatan tersebut tidak eksplisit ada di Rencana Aksi penanganan Citarum, namun sejalan dengan program-program Citarum.

Tim Ahli Satgas Citarum Taufan Suranto menambahkan, rencana etalase Citarum jika terwujud akan menjadi catatan sejarah di Citarum karena menerapkan skema kerjasama bersama multipihak. Hal itu selain pemerintah daerah tapi juga melibatkan pemerintah pusat hingga pihak luar dalam hal ini Monash University dan juga kalangan akademisi lainnya.

Tim Ahli Satgas Citarum Taufan Suranto menambahkan, rencana etalase Citarum jika terwujud akan menjadi catatan sejarah di Citarum karena menerapkan skema kerjasama bersama multipihak. Hal itu selain pemerintah daerah tapi juga melibatkan pemerintah pusat hingga pihak luar dalam hal ini Monash University dan juga kalangan akademisi lainnya.

"Selain itu juga ada proses menarik melibatkan masyarakat, dan ada keterlibatan aparatur pusat," ujar dia.

Taufan berharap selain etalase yang hanya fokus di lokus tertentu, pihaknya berharap Satgas membangun skema yang lebih besar lagi.