Antologi Manusia Citarum

Pengaruh terbesar Citarum mungkin hanya bisa dirasakan langsung oleh mereka yang tinggal di hulu hingga hilir sungai ini.

https://www.kompas.id/baca/investigasi/2023/02/22/antologi-manusia-citarum

Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA, M PUTERI ROSALINA, YOESEP BUDIANTO, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
23 Februari 2023 05:15 WIB


Peradaban besar dunia bermula dari sungai. Ada Mesopotamia di antara Sungai Tigris dan Eufrat. Ada Mesir dari lembah Sungai Nil.

Di Indonesia, Sungai Citarum juga berkaitan erat dengan Kerajaan Tarumanegara, salah satu kerajaan tertua di Pulau Jawa.

Kini, Citarum menjadi salah satu sungai terpenting di Indonesia. Airnya menjadi bahan baku air bagi belasan juta warga Bandung, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Jakarta. Aliran airnya juga memutar turbin di tiga bendungan untuk kebutuhan listrik masyarakat Jawa-Bali.

Secara angka, peran Citarum tidak main-main. Namun, pengaruh terbesarnya mungkin hanya bisa dirasakan langsung oleh mereka yang tinggal di hulu hingga hilir sungai ini.

Sudah sedikitnya tujuh tahun berselang sejak sang ibunda meninggal dan menyampaikan amanat kepada Atep (45) untuk menjaga tujuh mata air di Situ Cisanti, sumber air Sungai Citarum.

Salah satu mata air di antaranya, Cikahuripan, menjadi perhatian khusus bagi Atep. Secara turun-temurun, keluarganya dipercaya menjadi penjaga mata air ini.

”Turun-temurun. Pesannya, siapa saja yang ke sini harus menjaga dan merawat. Apalagi di sini ada sejarah Prabu Siliwangi,” kata Atep, Minggu (5/2/2023), di Situ Cisanti, Kabupaten Bandung.

Berziarah atau mandi di Cikahuripan masih menyimpan daya tarik sendiri. Lazim apabila seorang calon kepala desa memilih untuk mandi dan berdoa di sana sebelum mengawali masa kampanyenya. Saat menemui Atep, bersamaan ada seorang calon kepala desa di Majalaya, Kabupaten Bandung, yang ingin dipandu untuk mandi di sana.

Namun, menurut Atep, hadiah terbesar Citarum bukanlah keramaian warga yang berziarah ataupun ekonomi dari pariwisata Situ Cisanti. Kemampuan Citarum memberikan air selama berabad-abad kepada warga sekitar yang membuatnya bersyukur.

”Saya bersyukur atas Situ Cisanti, Citarum, dan sumber kehidupannya,” ujar Atep.

Menjadi berkah

Sungai telah dua kali menjadi berkah hidup bagi Pembantu Letnan Dua Dadik Mauludin (42). Peristiwa pertama terjadi saat ia sedang bertugas dalam operasi militer di Aceh dua dekade lalu. Di tengah patroli rutin di dalam rimba, Dadik bersama regunya kehilangan arah. Sudah lima hari mereka berada di hutan, padahal ransum hanya disiapkan untuk tiga hari.

Dadik pun mengusulkan untuk mengikuti aliran sungai. Tak lama setelah rimba mulai menipis, mereka mendengar suara mesin motor sayup-sayup dari kejauhan.

”Tidak ada ceritanya, aliran air mengarah ke atas. Kecuali air mancur. Akhirnya ada itu tanda-tanda kehidupan,” ujar Dadik, Senin (6/2/2023), di bawah rindang pohon Taman Air Citarum Harum, Baleendah, Kabupaten Bandung.

Sudah sekitar 12 tahun sejak pria asal Pati, Jawa Tengah, ini bertugas di Kabupaten Bandung. Namun, baru lima tahun terakhir ia merasa sungguh berdampak langsung bagi masyarakat di sekitarnya. Semua bermula pada program Citarum Harum. Dulu, untuk menyeberang sungai, tidak diperlukan sampan atau perahu. Sebab, sungai sudah tertutupi timbunan sampah.

”Dulu tidak terbayang akan ada perubahan besar seperti ini. Lha, ini dulu lahan kosong dan jadi pembuangan sampah liar,” kata Dadik.

Dadik dan kawan-kawan tentara di Sektor 6 Wilayah Citarum Harum, baik dengan alat berat maupun peralatan sederhana, berhasil membersihkan tumpukan sampah, memindahkannya ke puluhan truk dalam tiga bulan.

”Saya paling senang kalau melihat anak-anak TK diajak gurunya (ke tepi Citarum) lalu mendapat penjelasan tentang pentingnya sungai. Ini kebahagiaan saya karena generasi penerus bisa paham tentang lingkungan dan hasil kerja saya dirasakan langsung,” ujarnya tersenyum lebar.

Bersih kembali

Amay (62) lahir dan besar dari Sungai Citarum. Tinggal di Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, dia menyaksikan perubahan besar dari Sungai Citarum. Pengalaman masa kecil Amay di Citarum seakan dongeng. Semasa dia kecil, Citarum menjadi pusat kehidupan warga. ”Dulu kami berenang sambil mencari ikan. Airnya bersih. Ibu-ibu bisa mencuci beras,” katanya.

Hidup di pinggir Citarum membuatnya ikut mengalami perubahan sungai ini. Dia mengalami banjir yang melanda berhari-hari. Saat banjir datang, mereka terpaksa mengungsi. Dia kerap kesulitan menghadapi banjir yang bahkan lebih tinggi dari lehernya.

Dia menyaksikan langsung sungai yang tadinya bersih menjadi tumpukan sampah. Yang jernih berubah menjadi hitam kecoklatan dan bau.

Beruntung program Citarum Harum mulai menunjukkan hasil. Meskipun mencari uang dengan mengumpulkan sampah, Amay berharap tumpukan sampah dan limbah lenyap dari Citarum. Baginya, tidak ada yang lebih berharga dibandingkan air yang bersih dan bisa dinikmati seperti pada masa kecil dulu. ”Kalau boleh memilih, saya lebih ingin sungai ini bersih kembali,” ucapnya.

Mendapat manfaat

Jika bicara nilai ekonomi, salah satu yang paling diuntungkan dari kotornya Citarum bisa jadi adalah Rudi (24), pemulung di Waduk Saguling, Kabupaten Bandung Barat.

Sudah enam tahun, hampir setiap hari Rudi mendayung sampan dan mengumpulkan sampah. Ia meneruskan mata pencarian ayahnya.

Ia menjadi salah satu pemulung mitra Bening Saguling Foundation, yayasan yang didirikan aktivis lingkungan Indra Darmawan (51). ”Sedih, ya, sedih kalau lihat Citarum kotor. Tapi memang, semakin banyak sampah, ya, semakin banyak yang bisa dimanfaatkan,” kata Rudi tersenyum getir.

Namun, kini upaya baik itu telah berbuah. Kedua adik perempuan Rudi menjadi dua di antara lima anak kerabat pemulung yang dibiayai Bening Saguling Foundation untuk bersekolah SMA.

Indra ingin pekerjaan sebagai pemulung di Saguling yang turun-temurun akan berhenti di generasi Rudi. Para murid SMA ini akan disiapkan untuk bisa menembus perguruan tinggi top Indonesia.

Indra percaya pendidikan akan meningkatkan derajat hidup mereka. ”Anak-anak ini akan tumbuh menjadi apa pun, tapi akan peduli lingkungan,” kata Indra.

Dengan melibatkan masyarakat yang hidup dari dan di sekitar Citarum untuk bisa mendapat manfaat secara langsung, Indra yakin upaya pelestarian sungai itu akan berkesinambungan.

”Jangan jauhkan manusia dari sungainya. Kita ajak masyarakat sebagai pelaku pelestarian, namun juga menerima manfaat,” kata Indra.

Citarum adalah kisah bagaimana aliran air yang sama memberikan pengaruh berbeda pada setiap orang. Baik-buruk dampak yang mereka terima, semua sepakat, aliran sungai ini harus dijaga.

Editor:
KHAERUDIN