Fakta Lingkungan

Erosi. Wilayah Sungai Citarum teridiri dari 19 DAS dengan tingakt erosi dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Erosi tertinggi terjadi di DAS Citarum dengan tingkat erosi mencapai 592 ton/ha/tahun.

Longsoran pada tebing umumnya terjadi dengan ketinggian lebih dari 2m dengan kemiringan lebih dari 50%. Petani  Hulu Citarum masih memilih pola tanaman sayuran yang mempunyai pola tanam singkat dan tidak mempunyai kemampuan untuk mempercepat peresapan air ke dalam tanah karena biasanya tanaman ini tidak mempunyai akar tunjang yang mampu menahan tanah dari bahaya erosi.

Tingkat Erosi Hulu Sungai Citarum lebih tinggi  apabila dibandingkan dengan bagian tengah dan hilir. Tingginya erosi di bagian hulu membawa residu yang disebut sedimen pada daerah dibawahnya.

Tingkat Erosi Hilir Sungai Citarum dapat dikatakan masih lebih baik apabila dibandingkan dengan erosi bagian hulu. Subdas Cikao merupakan daerah yang memiliki tingkat erosivitas yang sangat jelek dan mencapai hampir 6% dari total luasan subdas (22.072 ha). Lokasi subdas Cikao yang berada di Kabupaten Karawang dan Purwakarta memiliki kontur yang berbukit-bukit sehingga potensi kerusakan lahan yang menyebabkan erosi cukup tinggi.

Sedimentasi. Kadar erosi yang semakin tinggi mengakibatkan sedimentasi di palung sungai, waduk, bahkan masuk ke jaringan prasarana air. Laju sedimentasi di waduk saguling (1988-2009) mencapai 8.2 juta m3/tahun, sedimentasi di waduk cirata (1988-2008) 6.4 juta m3/tahun dan di waduk jatiluhur (1987-1997) 1.6 juta m3/tahun (Sekretariat pelaksana koordinasi tata pengaturan air sungai citarum, 12 Jan 2010). Tingginya sedimentasi ini akan dengan cepat mengurangi kapasitas waduk dan memperpendek masa pakainya.

sedimentasi
Sedimentasi akibat masuknya erosi dari kawasan hulu yang mengendap di aliran Sungai Citarum di kawasan yang lebih landai.

Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung mengalami penurunan tanah. Pada periode 2000-2002 besarnya penurunan tanah antar 7 cm sampai dengan 52 cm dengan kecepatan penurunan antara 2-18 mm/bulan. Hal itu seiring dengan pesatnya perkembangan industri dan permukiman penduduk.Oleh karena itu, penurunan muka air tanah paling parah terjadi di daerah industri, seperti Cimahi (sekitar Leuwigajah), Batujajar, Dayeuhkolot, Rancaekek-Cicalengka, Ujungberung, Cicaheum, dan Kiaracondong.  Pada tahun 2008 kebutuhan air untuk keperluan domestik, industri dan irigasi di Jawa Barat diperkirakan sebesar 17,6 milyar m3/tahun. Kebutuhan air ini akan terus tumbuh sekitar 1-1,7 % pertahun dan hanya terpenuhi sekitar 50% dari total kebutuhan yang diambil dari air permukaan dan sisanya mengambil dari air tanah.

Eksploitasi Air Tanah. Di kawasan Bandung, 90% dari jumlah penduduk dan 98% industrinya saat ini mengandalkan sumber air tanah. Namun eksploitasi air tanah ini berdampak pada penurunan tanah dan muka air tanah khususnya di Cekungan Bandung. Tercatat terjadi penurunan muka air tanah 5 m per tahunnya di tempat yang sama, dengan total akumulasi penurunan sebesar 85 m pada 80 tahun terakhir. Saat ini pada kegiatan industri untuk mendapatkan air bersih paling tidak harus melakukan pengeboran sedalam 150 m. Di wilayah sungai Citarum terdapat kurang lebih 1.423 industri.

Berkembangnya industri di beberapa daerah terutama kawasan Bandung dan hilir Citarum memberi dampak pada peningkatan konsumsi air. Ketersediaan air permukaan yang tidak mencukupi meningkatkan terjadinya ekstraksi air tanah secara berlebihan oleh industri.

Peningkatan Penduduk dan pesatnya perkembangan pembangunan sarana dan prasarana di Wilayah Sungai Citarum menyebabkan perubahan tatanan lingkungan berupa menurunnya kualitas lingkungan,degradasi lingkungan/kerusakan lingkungan, berkurangnya sumber daya alam dan perubahan tata guna lahan.

Alih Fungsi lahan dalam kurun 10 tahun (2002-2012) terjadi peningkatan area permukiman sebesar 83,35 km2, diikuti tambak sebesar 40,67 km2, tegalan/ladang 28,24 km2, industri 24,74 km2   kebun/perkebunan  21,43km2  dan semak belukar 13,02 km2 .  Sedangkan tipe pengunaan lahan  yang mengalami perubahan menurun/berkurang adalah hutan dari sebesar 131,18 km2, sawah irigasi 38,56 km2, mangrove seluas 27,97 km2, sawah tadah hujan 5,85 km2,  tambak garam 4,11 km2, rawa seluas 2,08 km2, dan lahan kosong  1,68 km2.

limbah
Masuknya limbah dari industri di sepanjang aliran Sungai Citarum bahkan sudah dimulai dari saluran-saluran kecil yang melalui areal persawahan dan permukiman penduduk.

Kualitas Air Sungai Citarum Pada Musim Kemarau di 20 lokasi titik pantau terpantau dalam kondisi Cemar Berat. Hasil uji kualitas air pada musim kering, menunjukkan kualitas air  di Sungai Citarik, Cikeruh hilir, Cipamokolan hulu, Cipamokolan hilir, Hulu  Cikapundung, Tengah Cikapundung, Cisangkuy,  Outlet  Waduk Saguling, Waduk Cirata, Ciasem hilir, Hulu Cipunagara, Tengah Cipunagara, Hilir Cipunagara  tergolong cemar berat. Hasil analisis menunjukkan tercemar sedang pada Cibeet, Ciasem Tengah, Situ Cisanti, Cirasea dan Cikeruh hulu. Sedangkan Ciasem Hulu dan Cikao tergolong tercemar ringan.

Kualitas Air Sungai Citarum Pada Musim Basah menunjukkan  kualitas air  pada kategori tercemar sedang dan ringan. Lokasi pengujian sampel yang tergolong tercemar sedang meliputi Cirasea,  Citarik,  Cikeruh hilir,  Cipamokolan hulu,  Cipamokolan hilir,  Hulu Cikapundung, Tengah Cikapundung,  Cisangkuy,  Outlet Waduk Saguling,  Waduk Cirata,  Cikao,  Cibeet, Ciasem hilir, Ciasem Tengah, Tengah Cipunagara, dan Hilir Cipunagara. Sedangkan lokasi pengujian sampel yang tergolong tercemar ringan antara lain  Situ Cisanti,  Cikeruh hulu, Ciasem Hulu dan Hulu Cipunagara.

banjir besar
Banjir besar di kawasan Balleendah – Dayeuhkolot yang pada bulan Desarmber 2013.

Kejadian Banjir 2011 sampai dengan tahun 2013 tercatat ada 22 kali kejadian banjir yang terjadi di beberapa wilayah di Bandung dengan ketinggian air mencapai 40-80 cm. Wilayah tersebut sudah menjadi daerah yang sering mengalami kejadian banjir sepanjang tahun selama musim penghujan yaitu Dayeuhkolot sebanyak 6 kali, Baleendah sebanyak 8 kali, Bojongsoang sebanyak 3 kali.

Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir di wilayah tersebut tercatat yang paling besar terjadi  pada tanggal 13 bulan Februari 2012, dengan jumlah korban di Kec. Baleendah : 15.492 jiwa menderita, 345 jiwa mengungsi Kec. Dayeuhkolot : 13.783 jiwa menderita, 215 jiwa mengungsi Kec. Bojongsaong : 9.208 jiwa menderita, 150 jiwa.

Kejadian Tanah Longsor tahun 2013, tercatat ada 25 kali kejadian tanah longsor yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Jawa Barat, yang sebagian termasuk dalam WS Citarum, yaitu Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur. Kejadian tanah longsor yang sering terjadi terdapat di Kabupaten Bandung Barat, yaitu di daerah  Kecamatan Rongga,  Kecamatan Parongpong, Kecamatan Gununghalu, Kecamatan Cililin, Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Ngamprah. Di Kota Cimahi dan Kabupaten Purwakarta juga ada  Kecamatan yang termasuk daerah rawan tanah longsor, yaitu di Kecamatan Pasir Jambu (Kota Cimahi) dan Kecamatan Bojong (Kabupaten Purwakarta).